WANAGAMA, Sepenggal Kisah Reboisasi Hingga Pohon Jati Pangeran Charles
Wanagama meliputi empat desa di Kecamatan Patuk dan Playen, Gunung Kidul, yang berjarak tempuh satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sepanjang perjalanan berjarak 35 kilometer tersebut, kita dapat melihat pemandangan indah kota Yogyakarta dari ketinggian. Sampai di perempatan lampu merah setelah Rest Area Bunder, terdapat plang penunjuk jalan dengan tulisan Wanagama dan panah kanan. YogYES kemudian berbelok ke kanan menyusuri jalan yang mengecil namun tetap beraspal. Gapura bertuliskan Hutan Wanagama seolah memberitahu pengunjung bahwa mereka telah tiba di hutan yang mulai dibangun sejak 1964 ini.
Menghijaukan lahan kritis
Menyusuri Wanagama di masa sekarang, kita tak akan menyangka bahwa dahulunya tempat ini tandus dan gersang. Sebuah keadaan yang disebabkan oleh penebangan liar.
Keprihatinan akan kritis dan tandusnya lahan tersebut menggerakkan beberapa akademisi dari Fakultas Kehutanan Gadjah Mada untuk menghijaukannya. Dimulailah pekerjaan besar mereboisasi daerah yang berjenis tanah mediteran coklat kemerahan tersebut.
Proyek penghijauan itu dipelopori oleh Prof. Oemi Hani'in Suseno dan menggeliat sejak tahun 1964. Dengan bermodal uang pribadi, guru besar peraih anugerah Kalpataru (penghargaan tertinggi di Indonesia untuk urusan lingkungan) tersebut menanami Wanagama yang pada saat itu hanya seluas 10 hektar.
Kegigihan Prof. Oemi dan rekan-rekannya menanami lahan kritis menarik perhatian banyak pihak seperti pemerintah dan pecinta lingkungan. Mereka saling bekerjasama untuk mewujudkan Wanagama sehingga berupa hamparan hijau seluas 600 hektar seperti sekarang ini.
Miniatur hutan beragam tanaman
Hutan memang menawarkan sensasi kembali ke alam yang kental. Hal itu pula yang bisa didapat saat berwisata ke Wanagama. Di Wanagama kita seperti sedang berada di miniatur hutan yang berisikan banyak tanaman dari berbagai daerah.
Terdapat barisan jenis pepohonan yang akan menemani perjalanan menyusuri hijaunya Wanagama. Dimulai oleh pohon akasia, pohon penghasil bubur kayu yang menjadi primadona banyak perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Indonesia. Dilanjutkan dengan pohon kayuputih, tanaman yang terkenal dengan minyak atsiri-nya yang berkhasiat untuk menghangatkan badan.
Selain itu ada juga barisan pohon pinus (Pinus merkusii). Deretan pohon yang banyak ditemukan di Sumatera bagian tengah ini cukup meneduhkan kala matahari bersinar dengan teriknya.
Wanagama masih memiliki banyak pepohonan, misalnya eboni (Diospyros celebica) Si Kayu Hitam dari Sulawesi, cendana (Santalum album) Si Pohon Wangi, murbei (Morus Alba) dan jati (Tectona grandis).
Selain tanaman, Wanagama juga memiliki keindahan lain berupa tiga aliran air yakni Sungai Oya, Sendang Ayu, dan Banyu Tibo. Ketiganya menawarkan kesegaran dan kesejukan saat lelah menghampiri setelah mengelilingi Wanagama.
Peninggalan Pangeran Charles di Gunung Kidul
Wanagama memiliki satu pohon yang membuat tempat wisata ini mendunia.
Tanaman itu adalah jati (Tectona grandis) yang ditanam Pangeran Charles saat berkunjung ke Wanagama pada tahun 1989. Konon terdapat hubungan unik antara pohon yang terkenal dengan sebutan Jati Londo ini dengan pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana. Saat bertinggi 1 m, pohon ini mengering berbarengan dengan pengumuman perpisahan pasangan Kerajaan Inggris tersebut. Entah apakah si pohon jati ikut berduka atas perceraian penanamnya.
Selain Jati Londo, Pangeran Charles juga meninggalkan rute yang menjadi favorit para pengunjung Wanagama. Rute tersebut berawal dari Wisma Cendana dan berakhir di Bukit Hell. Jalan menuju bukit itu hanya sepanjang 50 meter yang di kanan kirinya terdapat banyak pohon cendana.
Jati adalah salah satu jenis pohon yang paling banyak terdapat di Wanagama. Tanaman ini terkenal karena keawetan dan kekuatannya. Kelebihan jati amat terkenal hingga diwaspadai oleh angkatan laut Kerajaan Inggris. Manual kelautan Inggris menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan (Wikipedia).
Wanagama dan Masyarakat sekitar
Wanagama tak hanya menjadi tempat tumbuh dan hidup berbagai jenis pepohonan, namun juga tempat bergantung hidup masyarakat sekitarnya. Masyarakat dan Wanagama bermitra serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Beternak sapi merupakan mata pencarian sebagian besar masyarakat sekitar Wanagama. Masyarakat diperbolehkan menanam rumput kalanjana di sela-sela lahan kosong Wanagama. Rumput tersebut menjadi makanan bagi sapi-sapi milik warga. Sebagai timbal baliknya, Wanagama mendapat pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak.
Selain itu, terdapat pula beberapa anggota masyarakat yang berjualan madu. Madu didapat dari peternakan lebah yang terdapat di sebelah timur laut Wanagama. Sama seperti rumput kalanjana, peternakan lebah juga berada di tengah rimbun lahan Wanagama. Stok madu biasanya berlimpah saat musim hujan, karena pada saat itu bunga bermekaran. Jika ingin membawa madu sebagai buah tangan, cukup mengeluarkan sekitar Rp 80.000 per botolnya.
Mengelilingi Wanagama memang cukup meletihkan, namun semua sebanding dengan kepuasan yang didapat. Kita akan terkagum dengan mahakarya reboisasi ini.
1. Pengertian Revolusi Hijau
Revolusi hijau sering dikenal dengan revolusi agraria yaitu suatu perubahan
cara bercocok tanam dari cara tradisional berubah ke cara modern untuk
meningkatkan produktivitas pertanian. Definisi lain menyebutkan revolusi hijau
adalah revolusi produksi biji-bijian dari penemuan ilmiah berupa benih unggul
baru dari varietas gandum, padi, jagung yang membawa dampak tingginya
hasil panen. Tujuan revolusi hijau adalah meningkatkan produktivitas pertanian
dengan cara penelitian dan eksperimen bibit unggul.
2. Latar Belakang Munculnya Revolusi hijau
Adapun latar belakang munculnya revolusi hijau adalah sebagai berikut.
a. Hancurnya lahan pertanian akibat PD I dan PD II.
b. Pertambahan penduduk meningkat sehingga kebutuhan pangan juga
meningkat.
c. Adanya lahan tidur.
d. Upaya peningkatan produksi pangan.
Gagasan tentang revolusi hijau bermula dari hasil penelitian dan tulisan
Thomas Robert Malthus (1766 – 1834) yang berpendapat bahwa
“Kemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang dihadapi manusia yang
disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dengan peningkatan
produksi pertanian. Pertumbuhan penduduk sangat cepat dihitung dengan
deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, dst.) sedangkan peningkatan produksi
pertanian dihitung dengan deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dst.)”. Pengaruh
tulisan Robert Malthus tersebut, yaitu:
a. gerakan pengendalian pertumbuhan penduduk dengan cara pengontrolan
jumlah kelahiran;
b. gerakan usaha mencari dan meneliti bibit unggul dalam bidang pertanian.
3. Perkembangan Revolusi Hijau
Revolusi hijau dimulai sejak berakhirnya PD I yang berakibat hancurnya
lahan pertanian. Penelitian disponsori oleh Ford and Rockefeller Foundation di
Meksiko, Filipina, India, dan Pakistan. IMWIC (International Maize and Wheat
Improvement Centre) merupakan pusat penelitian di Meksiko. Sedangkan di
Filipina, IRRI (International Rice Research Institute) berhasil mengembangkan
bibit padi baru yang produktif yang disebut padi ajaib atau padi IR-8.
Pada tahun 1970 dibentuk CGIAR (Consultative Group for International
Agriculture Research) yang bertujuan untuk memberikan bantuan kepada
berbagai pusat penelitian international. Pada tahun 1970 juga, Norman Borlang mendapatkan hadiah nobel karena gagasannya mencetuskan revolusi hijau
dengan mencari jenis tanaman biji-bijian yang bentuknya cocok untuk mengubah
energi surya menjadi karbohidrat pada tanah yang diolah menjadi subur dengan
tanaman yang tahan terhadap hama penyakit. Upaya meningkatkan produktivitas
pertanian antara lain dengan cara sebagai berikut.
a. Pembukaan areal pertanian dengan pengolahan tanah.
b. Mekanisme pertanian dengan penggunaan alat-alat pertanian modern
seperti bajak dan mesin penggiling.
c. Penggunaan pupuk-pupuk baru.
d. Penggunaan metode yang tepat untuk memberantas hama, misalnya dengan
alat penyemprot hama, penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.
Perkembangan Revolusi Hijau juga berpengaruh terhadap Indonesia. Upaya
peningkatan produktivitas pertanian Indonesia dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
a. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan
menerapkan formula pancausaha tani (pengolahan tanah, pemilihan bibit unggul,
pemupukan, irigasi, dan pemberantasan hama).
b. Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan
memperluas lahan pertanian, biasanya di luar Pulau Jawa.
c. Diversifikasi Pertanian
Diversifikasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan
cara penganekaragaman tanaman, misal dengan sistem tumpang sari (di antara
lahan sawah ditanami kacang panjang, jagung, dan sebagainya).
d. Rehabilitasi pertanian
Rehabilitasi pertanian yaitu upaya peningkatan produksi pertanian dengan
cara pemulihan kemampuan daya produktivitas sumber daya pertanian yang
sudah kritis.
Faktor-faktor penyebab timbulnya lahan kritis adalah sebagai berikut.
1) Penanaman yang terus menerus.
2) Penggunaan pupuk kimia (pestisida, herbisida).
3) Erosi karena penebangan liar.
4) Irigasi yang tidak teratur.
Upaya untuk memperbaiki lahan pertanian antara lain dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut.
1) Reboisasi untuk kawasan hutan/nonhutan.
2) Melakukan tebang pilih.
3) Pembibitan kembali.
4) Penanaman sejuta pohon.
5) Penanaman tanah lembah/pegunungan dengan terasering/sengkedan.
6) Seleksi tanaman (tanaman pelindung/tua).
4. Keuntungan Revolusi Hijau
Adapun keuntungan dari adanya Revolusi Hijau, adalah berikut ini.
a. Ditemukannya berbagai jenis tanaman dan biji-bijian/varietas unggul.
b. Meningkatnya produksi pertanian yang berarti dapat mengatasi pangan.
c. Pendapatan petani meningkat yang berarti meningkatnya kesejahteraan
petani.
Tahun 1988, Indonesia mendapat penghargaan dari FAO karena berhasil
dalam swasembada pangan.
5. Kelemahan Revolusi Hijau
Sedangkan kelemahan dari Revolusi Hijau adalah berikut ini.
a. Menghabiskan dana yang besar untuk biaya penelitian.
b. Menurunnya daya produksi tanah karena ditanami terus menerus.
c. Polusi tanah dan air akibat penggunaan pupuk pestisida yang berlebihan.
d. Dengan mekanisasi pertanian mengakibatkan tenaga manusia digantikan
mesin.
0 komentar:
Posting Komentar